Aku menerima seorang pasien yang haus akan seks. Emang
bener-bener gila tuh cewek. Ke dokter dianter sama suaminya, malah minta aq
entot memeknya. Ya mumpung dapat memek gratis maka terjadilah pergulatan seru diantara
kita berdua. mulai gaya doggy style sampe ke gaya sex sumo dan sex ninja sudah
kami lakukan. Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di sini semuanya
berjalan biasa-biasa saja seperti layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien
bervariasi umur dan status sosialnya. Pada umumnya datang ke tempat praktekku
dengan keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu, radang tenggorokan, sakit
perut, maag, gangguan pencernaan, dll. Akupun tak ada masalah hubungan dengan
para pasien. Umumnya mereka puas atas hasil diagnosisku, bahkan sebagian besar
pasien merupakan pasien “langganan”, artinya mereka sudah berulang kali
konsultasi kepadaku tentang kesehatannya. Dan, ketika Aku iseng memeriksa
file-file pasien, Aku baru menyadari bahwa 70 % pasienku adalah ibu-ibu muda
yang berumur antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa Aku kurang tahu. “Mungkin dokter
ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku. “Ah kamu .
bisa aja” “Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi
praktekku. Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua
sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun.
Umurku sekarang menjelang 30 tahun. Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan
etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan
mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu
muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang
penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya
dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan
secara pribadi, karena aku mencintai isteriku. Semuanya berjalan seperti biasa,
wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku .. Kuakui wanita
muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya
wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa
namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu
menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan
kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas
keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua,
yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”. Dari kartu pasien
tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya. “Kenapa Bu .” sapaku. “Ini Dok . sesak
bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules” “Kalau menelan sesuatu sakit
engga Bu “ “Benar dok” “Badannya panas ?” Telapak tangannya ditempelkan ke
dagunya. “Agak anget kayanya” Kayanya radang tenggorokan. “Trus mulesnya .
kebelakang terus engga” “Iya Dok” “Udah berapa kali dari pagi” “Hmmm . dua
kali” “Ibu ingat makan apa saja kemarin ?” “Mmm rasanya engga ada yang istimewa
. makan biasa aja di rumah” “Buah2 an ?” “Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2
buah” “Coba ibu baring disitu, saya perika dulu” Sekilas paha putih mulusnya
tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak
tinggi itu. Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat
bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi
seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang
memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing. Stetoskopku udah kupasang ke
kuping Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya. “Hmmm
gimana Bu” “Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas
ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai
diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya
tampak. Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih
mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel
pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang. Sejenal aku
menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali
ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah.
Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk
berbuat lebih. Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak
lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai
lembah sungai di antara 2 bukit. “Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi
kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa
daerah dadanya. “Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan
kaosnya di bawah leher. Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu
dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng
bukitnya. “Ambil nafas Bu.” Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui
stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang
tenggorokan. “Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok
perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas. Jelas, selain
mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku
merasakannya langsung. Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang
memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah. “Cukup Bu .” Syeni bangkit
dan menurunkan kakinya. “Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa.
Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan
dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak
biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus
putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh
pemandangan yang amat indah . “Radang tenggorokan dan disentri” “Disentri ?”
katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya. “Benar, bu. Engga apa-apa
kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk
badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang. “Karena apa Dok
disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal
begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku.
Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka
pakaian yang berbeda ? “Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan
kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya
yang masih “tersisa” Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya
sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya
muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin
kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan
indah. Masih wajar. Aku memberikan resep. “Sebetulnya ada lagi Dok” “Apa Bu,
kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir. “Maaf
Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam. “Khawatir apa Bu “ “Tante saya kan
pernah kena kangker payudara, saya khawatir .” “Setahu saya . itu bukan
penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang. “Benar Dok” “Ibu
merasakan keluhan apa ?” “Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit
di dada kanan” “Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada
suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada
kanannya yang benar2 montok itu. “Saya engga tahu Dok” “Bisa Ibu periksa
sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku. “Tapi saya kan engga yakin,
benjolan yang kaya apa ..” Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ?
Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah. “Begini aja
Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di
rumah, dan laporkan hasilnya pada saya” Aku memeragakan cara memeriksa
kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai
model. “Baik dok, saya akan periksa sendiri” “Nanti kalau obatnya habis dan
masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi” “Terima kasih Dok” “Sama-sama Bu,
selamat sore” Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu. Lima hari kemudian, Ny
Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini
ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah
kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan
lalu. Masih dengan rok mininya. “Gimana Bu . udah baikan” “Udah Dok. Kalo nelen
udah engga sakit lagi” “Perutnya ?” “Udah enak” “Syukurlah … Trus, apa lagi
yang sakit ?” “Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok” “Udah diperiksa
belum ..?” “Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya. “Cuman apa .”
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..” “Memang terasa ada, gitu “
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin” Mendadak aku berdebar-debar.
Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu. “Maaf Dok ..
Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam
diri. “Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar
kontrol. “Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona.
Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku
masih juga tak ingat namanya. “Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin
deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada
nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus ! Oh ya . Lin Chin Shia nama
bintang film itu, kalau engga salah eja. Tanpa disuruh Syeni langsung menuju
tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup
jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya
terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah
lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien. “Silakan
dibuka kancingnya Bu” Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali
aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup
BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak
pualam. “Dada kanan Bu ya .” “Benar Dok” Sambil sekuatnya menahan diri, aku
menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka
BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja .. “Maaf ya Bu .”
kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua
telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini. Mengurut
pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar. “Yang mana Bu
benjolan itu ?” “Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .” Aku
menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang
tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau
engga. “Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung
membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku
jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah .. Cup-nya
mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri
cup-nya … Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat,
putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna
pink, merah jambu ! Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang
menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh
putting merah jambunya itu .. Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi
menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang
putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah,
Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang ! Memang ada sedikit benjolan di
situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker. “Yang mana Bu ya .” Kini aku yang
kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah
ini. Penisku benar2 tegang sekarang. “Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .”
katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni
telah terrangsang . “Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa” “Syukurlah” “Engga
apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan
dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni
membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung
aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak
terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan. ‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan
cup ke tempatnya. Tapi … “Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil
menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka
seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang .
Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan
aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang
selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak
keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang
normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah
indah ciptaan Tuhan ini. “Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan. “Ah ..
engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak
terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati. “Kagum apa Dok” Ini jelas
pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan. “Indah .”
Lagi-lagi aku lepas kontrol “Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi
pertanyaan yang tak perlu. “Apalagi .” “Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata
sipit itu .. Mata yang mengundang ! “Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan
pembicaraan dan menghindari sorotan matanya. Kuremasi dada kirinya dengan kedua
belah tangan, sesuai prosedur. Erangannya tambah keras dan sering, matanya
merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni
menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut
meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi
gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati. Ketika
rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu
curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini
ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang
praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu
aku bersandiwara. “Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang
itu keluar lagi. Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa
hancur. “Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok” “Dok ..” Katanya serak
sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua
bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti
permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh
pasienku? Di ruang periksa? Gila ! Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir
kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya . Aku sadar
kembali. Melepas. “Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di
penisku “Ih kerasnya ..” “Engga bisa dong Bu ..’ “Dokter udah siap gitu .” “Iya
.. memang .. Tapi masa .” “Please dokter .. Cumbulah saya .” Aku bukannya tak
mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita
molek begini ? “Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .
“Saya udah engga tahan .” “Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu
pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya
aku yang engga tahan dan memberi jalan. “Okey ..okey . Bener ya Dok” “Bener Bu”
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong” “Ya Syeni” kataku sambil mengecup
pipinya. “Ehhhhfff” Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk. “habis Dok” Dia langsung
berberes. Rapi kembali. “Dokter belum mau pulang ?” “Belum. Silakan duluan”
“Baiklah, kita duluan ya” Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di
kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk,
lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan
mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu. Syeni masuk. “Kunci pintunya”
perintahku. Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali. “Dok
…” “Ya .Syeni .” Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan.
Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini ..
Benar-benar ..ehm .. Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju
ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata
sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener .. Aku tak tahan lagi, persetan
dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy,
dengan gaya menantang. Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya
terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak
tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu
tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku
meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan .. Syeni membuka blousenya sendiri hingga
jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung.
Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak
tahan lagi … Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah
dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di
hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat
selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku. “Ooohhh .. Maaassss ..”
Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas ! Aku engga tahu daging
apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku
menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil,
“menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni
memang ibu muda yang belum punya anak. “Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya
ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya. Syeni mengubah posisi
bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar
mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia
merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya.
Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian
kanan dan kiri. Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang
bergerak menolak punggungku. “Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni Aku
turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu
aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya
mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin
tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku
telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda
yang cantik, sexy dan telanjang dada. “Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil
menatap penisku. Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan
rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai
melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok
pendeknya. Dan …. Gila ! Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan
menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap.
Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama
warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan
kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi
alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin
“pusing” … Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni
kulihat senyum tipis. “Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD
hitam itu. “Kapan melepasnya ?” “Tadi, sebelum turun .” Kupelorotkan roknya
sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka.
Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna
merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak
seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat. Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya
makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara
pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi.
Tak lama kami berpagutan, karena .. “Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga
tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya.
Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada
clitnya yang memerah, dan mulai menekan. “Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..”
Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk. Aku menekan lagi.
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..” “Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau
vagina Syeni memang sempit. Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi
pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit.
Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya .. Sprei di pembaringan
buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan
menusuk. Sadarkah kau? Siapa yang kamu setubuhi ini? Pasienmu dan isteri orang!
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini. Habis, dia sendiri yang meminta. Masa
minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ?
Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta
remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh.
Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi
semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya
datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang
lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di
depan kita dan minta disetubuhi? Begitulah, aku berdialog dengan diriku
sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai
saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir
tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya,
menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi. Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku
mencabut penisku. Karena memang aku tak mampu menahan lagi ..
Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam
vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut …. Lalu aku rebah lemas di atas
tubuhnya. Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. … Oh ..
Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku. Pasien yang memiliki vagina yang
“legit” .. Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di
tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku
untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang
HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik.
Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang
menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang
bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol. “Siapa Syen”
tanyaku. “Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah. “Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku. “Syeni bilang, masih belum
dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya. “Suamimu tahu kamu ke sini” “Iya
dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2. “Terima kasih ya
Mas … nikmat sekali .. Syeni puas” “Ah masa .. “ “Iya bener .. Mas hebat
mainnya .” “Ah . engga usah basa basi” “Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu” “Lain kali Syeni mau
lagi ya Mas” “Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi” “Jangan khawatir, Syeni
pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan. “Oh ya ..?” “Si Koko belum
pengin punya anak” Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang
tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata
BH-nya dimasukkan ke tas tangan. “Kok BH-nya engga dipakai ?” “Entar aja deh di
rumah” “Entar curiga lho, suamimu” “Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon
dari kantor” Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy
banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk
sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia
mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok
sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak
ada penghalang lagi. “Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya” “Habis . kamu sexy
banget sih …” “Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?” “Entar ajalah . mau
mandi dulu .” Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai
bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku. “Syeni pulang dulu ya Yang
. kapan-kapan Syeni mau lagi ya .” “Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..”
Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi. “Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni
ternyata menyadarinya. Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya. “Mas mau lagi
.?” “Ah . kamu kan ditunggu suami kamu” “Masih ada waktu kok …” katanya mulai
menciumi wajahku. “Udah malam Syen, lain waktu aja” Syani tak menjawab, malah
meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku.
Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja,
mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja,
melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke
liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. .. Penisku langsung
menerobos vaginanya .. Syeni bergoyang bagai naik kuda . Sekali lagi kami
bersetubuh . Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku
menyemprotkan vaginanya dengan air maniku … Lalu dia rebah menindih tubuhku ..
Lemas lunglai. “Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya
sebelum pergi. “Ngaco . suamimu .?” “Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu. Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin
menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi
“syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi
ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya
yang sexy . …