Namaku Nia, saat itu usiaku 18 tahun dan aku baru saja lulus dari SMU.
Aku memang belum pernah menceritakan detail diriku. Nama lengkapku
Lavenia, ya aku memang lahir dari darah campuran, papi-ku orang
Indonesia dan mami-ku dari swedia. Aku lahir di Swedia, ketika ayahku
bekerja sebagai duta Indonesia disana. Aku bisa dibilang memilki wajah
indo, paling jelas terlihat di hidungku yang mancung, bibir tipis
menghiasi mulutku dan tulang pipiku yang dibilang paling menarik oleh
teman-temanku serta rambut yang panjang lurus sepunggung. Selain rajin
merawat wajah, aku juga selalu merawat tubuhku, aku suka sekali fitness
di gym, atau sekedar jogging pagi-pagi setiap hari minggu. Hal itu
membuat tubuhku langsing dan terawat, selain tentunya aku juga diet.
Aku memutuskan untuk melanjutkan studi-ku ke Australia, Namun tahun
pelajaran di Australia belum dimulai, aku terpaksa menunggu sekitar 2
bulan sebelum aku berangkat kesana. Jadilah aku menganggur di rumah
sambil menunggu saat itu tiba.
Saat ini Di rumahku sedang ada renovasi, Papi ingin membuat dua buah
kamar lagi di lantai atas yang diperuntukkan sebagai kamar tamu,
letaknya bersebelahan dengan kamarku. Oh iya, aku adalah anak tunggal,
saat itu papi-ku sedang berdinas keluar negeri, yaitu ke swedia, dan
mami ikut kesana untuk mengunjungi saudara-saudaranya yang tinggal
disana, sebenarnya aku ditawari ikut, tapi aku menolak karena malas,
entah kenapa aku ingin sekali menikmati waktu-waktu ku di rumah sebelum
aku berangkat ke Australia. Di rumah aku tidak sendirian, ada seorang
pembantu wanita yang telah lama bekerja di rumahku, mbak Siti, dan 5
orang kuli bangunan yang bekerja merenovasi rumahku. Sebenarnya ada juga
supir dan tukang kebun yang juga bekerja di rumahku, namun mereka
berdua sedang pulang kampung.
5 orang kuli bangunan itu ramah terhadapku, aku pun mengenal mereka
dengan baik karena mereka sudah 3 hari bekerja di rumahku. Si pemimpin
namanya pak Hasan, pria 40 tahunan dengan badan besar dan agak gendut
dan kulit hitam serta kumis tebal di bawah hidungnya. Ada juga si Asep
pemuda 30 tahunan berbadan ceking, tiga lainnya Udin, Jamal, dan Ronny
yang berusia sekitar 20 tahunan. Mereka semuanya ramah dan rajin sekali
dalam bekerja, namun aku tidak menyadari pikiran-pikiran kotor dibalik
keramahan mereka.
Pagi itu Mbak Siti meminta izin padaku untuk mengunjungi keponakannya
yang sakit keras di Cirebon, dan katanya ia akan pulang selambatnya
keesokan harinya. Sebenarnya aku agak ragu memberikan izin itu padanya,
namun wajahnya yang memelas membuatku tak tega, akhirnya ia pun
berangkat pagi itu juga. tinggallah aku sendiri bersama 5 orang kui
bangunan itu di rumah, tidak apalah pikirku aku cukup berani di tinggal
sendirian aku kan sudah bukan anak kecil lagi.
Saat itu sekitar jam 9 pagi dan aku sedang bermain basket di halaman
belakang rumahku. setelah agak lelah aku beristirahat di teras belakang
rumahku. Kudengar pak Hasan memanggilku.
“Non, non Nia…”
“Iya ada apa pak?” jawabku
“Ini non, kami mau istirahat sebentar sambil nonton-nonton VCD di ruang
keluarga boleh?”
“Oh iya ngga apa-apa pak…hidupin aja”
“Baik, terima kasih non” pak Hasan pun menghilang dari pandanganku.
Aku pun segera naik ke kamarku untuk mandi kemudian tidur siang.
Sayup-sayup kudengar irama musik dangdut mengalun dari ruang keluarga.
Pasti dari CD yang diputar pak Hasan dan yang lain pikirku, dasar
orang-orang kampung.
Jam 12-an siang aku terbangun. Entah kenapa perasaanku agak gundah,
setelah mencuci muka aku beranjak ke CD playerku, aku ingin sekali
mendengarkan artis favoritku Norah Jones. Aku pun terlarut di kamarku
terbuai oleh lagu-lagu favoritku.
Entah kenapa aku teringat sesuatu, yaitu VCD hasil rekaman handy cam-ku
bersama sahabat-sahabatku ketika aku mengerjai adik kelasku Sherry di
sekolah tidak terdapat dalam tumpukan koleksi CD-ku. Akupun terkejut,
ini memang kebodohanku sendiri yang suka menaruh barang-barang penting
seasalnya saja. Hatiku mulai gundah, bagaimana kalau mami-ku atau
papi-ku menemukannya. Namun aku mulai berpikir mungkin mbak Siti yang
suka membereskan kamarku yang memindahkannya, aku akan segera
menelponnya, namun sebelum aku beranjak ke pesawat telepon aku mendengar
ketukan pada pintu kamarku.
“Siapa ?” tanyaku.
“Pak Hasan non Nia” jawab suara dari balik pintu, aku pun bergegas
membukanya.
Pak Hasan dan teman-temannya berdiri di depan pintu kamarku sambil
menyeringaikan senyum. Aku pun merasakan hal yang tidak beres terjadi,
hatiku berdegup kencang.
“Ada apa pak ?” tanyaku.
“He..he..enggak non, barusan kami liat film yang non buat…” wajah pak
Hasan menyeringai.
“Iya, yang ada tulisan ‘Sherry’nya di kotaknya itu loh non…” Ronny
menambahkan sambil tersenyum mengerikan.
“Iya, non disitu bagus banget loh mainnya…kita sampe…sampe ngaceng Non
he..he…” Pak Hasan menambahkan lagi.
Sekejap jantungku berdegup kencang, ternyata VCD itu mereka yang
temukan. Habislah aku.
“Bapak dapat itu dari kamar saya kan ? kenapa bapak masuk-masuk kamar
saya tanpa izin ?!!” aku mulai marah.
“Tenang Non, non ngga mau kan sampe papa dan mama non tau CD ini ?” Pak
Hasan mengernyitkan dahinya.
“Jangan macam-macam ya pak, saya bisa lapor polisi !!” aku mengancam.
“Kalo non lapor polisi, bukannya non yang malah rugi, gini deh Non, non
kasih aja maunya kita…” Pak Hasan berusaha menyudutkan aku.
“Ok, bapak mau uang berapa, sebut saja, nanti saya ambil dulu di ATM…”
“Bukan, bukan uang non…” Pak Hasan memotong pembicaraanku.
“Tapi….” wajahnya kembali menyeringai lalu berbisik padaku.
Akhirnya aku hanya bisa pasrah, mereka ingin sekali menikmati tubuh
remajaku yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Aku pun tidak bisa
menghindar lagi, aku rela mereka menikmati tubuhku ketimbang mereka
melaporkan ini pada mami dan papi, saat itu aku tidak bisa berpikir
panjang, kemauan mereka kuturuti.
Aku pun menelepon Sherry yang saat itu masih bersekolah di kelas 2
sebagai perjanjian dengan 5 kuli mesum yang juga ingin menikmati tubuh
mulus Sherry. Aku terpaksa berbohong padanya bahwa aku ingin mengajaknya
pergi shopping sorenya, makanya sepulang sekolah aku menyuruhnya
langsung ke rumahku.
Kini aku berbaring diatas tempat tidurku mengenakan kaos tanpa lengan
dengan celana pendek ketat. 5 kuli-kuli mesum itu pun mulai melaksanakan
aksi mereka. tak henti-hentinya mereka mengagumi tubuhku sambil
tangan-tangan mereka merambah bagian-bagian sensitif dari tubuhku.
“Non Nia emang punya body yang bagus he..he…berapa umurnya non ?” tanya
Asep.
“De…delapan belas…” jawabku.
Hatiku berdebar ketika tangan-tangan itu membelai paha dan betisku
dengan lembut. Perasaan takut dan jijik bergejolak di hatiku menghadapi
perkosaan 5 kuli kasar ini yang sedang mengerubungi tubuhku.
“Memang beda ya sep, ABG gedongan sama perek kampung…” Jamal berkata.
“ya iyalah, Bego lo mal, ini kan non Nia pasti beda lah rasanya, jauh
lebih terawat, ya kan non ?” Asep tersenyum padaku.
Perlahan pak Hasan melucuti kaos tanpa lenganku, sementara Asep dan
Jamal masih sama membelai-belai sambil menciumi paha putihku, mereka
terbuai oleh kemulusannya. Setelah melucuti kaos ku pak Hasan sentak
membuka BH putihku, membiarkan udara dingin AC meyentuh kulit payudaraku
yang berukuran 34B.
“he…he…Toketnya oke juga non, bapak udah pernah ngerasain yang lebih
gede dari ini, tapi ngga yang semulus dan seindah punya non he…he…” Pak
Hasan kulihat terpesona dengan keindahan payudaraku. payudaraku memang
tidak besar tapi karena aku sering berolah raga bentuknya kencang dan
padat, dengan kulit putih yang selalu kurawat dan puting kemerahan.
5 kuli mengerubutiku diatas tempat tidurku yang kecil, membuatnya jadi
sesak, sehingga aku sulit bernafas, aku meronta-ronta tapi Udin meraih
kedua tanganku ke atas lalu mengikatnya dengan ikat pinggang yang ia
pakai ke ujung ranjang sehingga aku pun semakin memberontak.
“Cukup pak, cukup…atau saya teriak…”
“tenang non, tenang…ingat VCD itu non, kalo papa mama non tau,
bagaimana…” Pak Hasan berusaha menenangkan aku.
Ah, alangkah cerobohnya aku, jika saja aku menyimpan VCD itu di tempat
yang aman ini semua tidak akan terjadi.
“Tenang ya non Nia, nikmati saja…” pak Hasan dengan kasar meremas
payudaraku sementara Jamal dan Asep yang sudah bernafsu mulai
menanggalkan celana pendekku.
Aku masih saja memberontak ketika tangan pak Hasan dengan kasar meremas
payudara kananku sementara Udin memilin puting payudara kiriku, kemudian
mereka pun bersamaan menjilati putingnya. Tidak sampai disitu mereka
meyapu seluruh permukaan payudaraku dengan jilatan-jilatan erotis dan
menghisap putingnya seolah ingin menyusu dari puting payudaraku. Di
tengah pemberontakanku, tubuhku bergetar menghadapi
rangsangan-rangsangan itu.
Sementara Jamal dan Asep sudah menanggalkan celana dalamku, aku dapat
merasakannya dari udara dingin AC yang menyentuh kemaluanku. Aku juga
selalu merawat kemaluanku, setiap aku mandi selalu kubersihkan dengan
sabun khusus agar tetap bersih dan harum. Ini kulakukan agar pacar-ku
saat itu, David, tidak mau berpaling dariku.
Tiba-tiba saja aktivitas mereka terhenti oleh bunyi bel dari pagar
rumahku. Pak Hasan mendekap mulutku agar aku tidak berteriak. Ini pasti
Sherry pikirku, kuharap ia tidak sendirian, mebawa seorang teman atau
lebih baik lagi kalau ia membawa pacarnya Ivan. Pak Hasan memberi tanda
kepada Jamal dan Asep yang bergegas menuju pintu pagar. Pintu pagar ke
kamarku memang jauh, rumahku bisa dibilang luas halaman depan diisi
garasi 4 mobil dan sebuah taman besar sementara halaman belakang diisi
lapangan basket kecil dan kolam renang. Jarak rumahku dan rumah tetangga
juga bisa dibilang cukup jauh, karena besarnya halaman rumah yang
kumiliki, sekencang apapun ku berteriak, kecil kemungkinannya didengar
oleh tetangga-tetanggaku.
Tiba-tiba saja suasana kamarku sepi, kulihat wajah Udin, Ronny dan pak
Hasan yang resah menunggu Asep dan Jamal. Aku memanfaatkan momen ini
untuk mengambil nafas sejenak. Tak berapa lama pintu kamarku terbuka,
kulihat Sherry masuk masih berseragam SMA ditemani Jamal dan Asep. Ia
nampak Shock melihat aku yang telanjang bulat sedang dikerubuti 3 orang
berwajah kasar diatas tempat tidur.
“Tenang non Sherry…tenang…” pak Hasan menghampirinya lau membisikkan
sesuatu ke Sherry, sepertinya ia memberitahukan perjanjian yang kubuat
dengan mereka.
“Tapi ni…gue…” wajah Sherry memelas menatapku.
“Maafin gue Sher, ini salah gue…maaf…” air mata menetes dari mataku
seketika hatiku terasa ditikam pisau ketika aku tahu aku mengkhianati
sahabatku sendiri.
“Nggaa !!! Tolooongg !!” Sherry berteriak kencang sambil berusaha
melarikan diri, namun dengan sigap Asep dan Jamal meraih tangannya.
Sherry meronta-ronta sambil menangis, Jamal mendekapnya berusaha
menenangkannya.
“Sher, udah…ngga usah ngelawan !!! biar ini cepat selesai…” aku berusaha
menenangkan Sherry diantara isak tangisku.
“Lo sahabat gue kan ? Sher, gue mohon, maafin gue, tolongin gue Sher…”
Sherry menatapku dengan tatapan mengiba namun juga diselingi kemarahan
kulihat air mata mengucur deras di pipinya.
Sherry meronta lagi tapi tidak sekuat sebelumnya, Jamal menghempaskan
tubuh Sherry ke Sofa tak jauh dari tempat tidurku. Jamal, Asep dan pak
Hasan berusaha menenangkannya.
“Nah sekarang lanjut lagi…” kata pak Hasan, ia berpindah dari sofa
menuju tempat tidurku, ia bertukar tempat dengan Udin yang menuju ke
sofa.
“Non Nia, tadi sampai dimana…”pak Hasan tersenyum mengerikan menghadap
wajahku.
Kata-kata kotor keluar dari mulutku sambil kudengar Sherry meronta-ronta
dan berteriak-teriak minta tolong. Pak Hasan mengambil posisi di
hadapan vaginaku, sementara Ronny kembali menyergap rakus puting
payudaraku. Pak Hasan meraih kedua pahaku dibukanya lebar-lebar,
sehingga membuat posisiku mengangkang.
“Non, bapak cobain ya…” pak Hasan mulai memainkan jarinya di permukaan
vaginaku, ia membuka bibir vaginaku sambil tangan satunya menjelajahi
pahaku hingga pangkalnya. Ia mengorek-ngorek vaginaku dengan jarinya
sambil memainkannya.
Aku mendesah dan meronta, sementara Ronny dengan liar menyapu permukaan
payudaraku dengan lidahnya, kemudian menyusuri perut sekitar pusarku,
naik lagi ke payudara, kemudian beralih keketiakku, leher sampai
akhirnya berakhir di bibirku. Ronny memaksaku membuka mulut, tanpa
kusadar kulayani permainan lidahnya di bibirku.
Keringat mulai membasahi tubuh telanjangku, meski ruangan kamar ini
ber-AC. Eksplorasi lidah dan jemari Ronny pada tubuh bagian atasku,
serta permainan jari pak Hasan pada vaginaku dan sentuhan-sentuhannya
pada paha, pinggul, serta pantatku membuat birahiku berdesir. Rontaanku
pun melemah ketika lidah pak Hasan mulai membasuh bibir vaginaku yang
yang bersih dan ditumbuhi bulu halus yang jarang.
Aku melirik ke Sherry, kulihat tubuhnya melemah ketika tiga orang kuli
itu menikmati bagian-bagin tubuhnya. Rok SMU-nya tersingkap sementara
Jamal ada disana menikmati kemulusan dan putihnya paha Sherry yang
berkulit lebih putih dari aku, ia juga keturunan indo, hanya saja papa
Sherry orang Amerika, tubuhnya langsing mulus tanpa cela, wajahnya
imut-imut meskipun ia duduk di kelas 2 SMU orang masih mengira ia anak
SMP. Rambut Sherry panjang sebahu dengan warna agak kemerahan.
Kulihat payudara Sherry tidak lepas dari permainan 3 kuli itu. BH-nya
sudah terletak di lantai, tersisa seragam SMU yang telah terbuka
kancingnya serta tangan-tangan Udin dan Asep yang meremas kedua
bongkahan payudara Sherry yang montok dengan puting merah muda itu.
Payudara Sherry memang lebih besar dari milikku dengan bentuknya yang
kencang dan menggoda, dan kurasa itulah hal yang sangat menarik
cowok-cowok di sekolahku untuk membicarakannya.
Pak Hasan kulihat mulai menelanjangi dirinya, begitu juga dengan Ronny.
Aku melihat penis Ronny yang menegang itu mendekati wajahku.
“Ayo non, isep non…” Ronny memerintahkanku mengoral penisnya.
Perintah Ronny tidak kukabulkan, ia masih saja memaksa penisnya dengan
menempelkannya ke wajah dan bibirku, aku meronta menoleh kekiri dan
kanan untuk menolaknya. Tiba-tiba saja kurasa tamparan mendarat di
pipiku, kulihat wajah Ronny yang berang mengerikan.
“Ayooo !!! isepp nooon !!!” wajah Ronny kulihat sangat mengerikan dan
satu tamparan mendarat lagi di pipiku, aku tak punya pilihan, jantungku
berdegup kencang, kubuka mulutku.
Ronny memaksa penisnya memasuki mulutku, sampai membuatku tersedak dan
ingin muntah menghirup aroma penisnya. Perutku mual, namun tidak lama
kemudian Ronny mulai memompa penisnya di bibirku. Aku tidak dapat
melihat pak Hasan dengan jelas, karena tertutup Ronny namun kurasakan
pada vaginaku ia sedang menggesek-gesekkan penisnya disana. Aku tidak
dapat melihat sebesar apa miliknya, namun perkiraanku miliknya jauh
lebih besar dari milik pacarku saat itu David.
Lagi-lagi kulirik Sherry, kulihat ia dalam posisi duduk di sofa, kedua
tanganya direntangkan sambil dipegangi Udin dan Asep, sementara Jamal
memposisikan wajahnya dihadapan kemaluan Sherry yang sudah tanpa celana
dalam sambil tangannya memaksa Sherry mengangkang. Kulihat vagina Sherry
yang bersih tanpa bulu-bulu itu sedang dibasuh oleh jilatan-jilatan
dari lidah Jamal, kulihat bibir vaginanya memerah dan mengkilat karena
air liur Jamal. Kulihat pinggul Sherry bergerak kesana kemari, wajahnya
terlihat ketakutan sambil menggumam tak jelas.
Ronny menghentikan pompaannya, ia mencabut penisnya dari mulutku, aku
sedikit bisa bernafas sambil terbatuk-batuk. Ronny lalu membuka simpul
ikat pinggang yang diikatkan ke tempat tidurku, namun kedua tanganku
masih terikat, aku tidak tahu apa rencana mereka selanjutnya. Tiba-tiba
pak Hasan mendekap tubuhku dan mengangkatnya, ia memindahkanku ke kamar
mandi yang juga terletak di kamarku ini. Ia meletakkan tubuhku diatas
Bath tub-ku yang memang luas ukurannya dengan posisi terlentang. Ronny
kembali mengikat tanganku kehandle yang terletak disana.
Tiba-tiba pak Hasan menyalakan Shower yang terletak diatas bath tub-ku.
Siraman air dari shower itu membasuh tubuhku dan membuatku kedinginan.
Tak berapa lama seluruh bagian tubuhku basah kuyup, kulihat pak Hasan
berdiri tegak diatasku dengan penisnya yang mengacung keras, akhirnya
aku dapat melihat bentuknya dengan jelas, memang ukurannya besar sekali,
jauh lebih besar dari milik pacarku ataupun milik Andre, penjaga
sekolahku yang juga punya penis besar.
“Non, sekarang bapak mau rasain memek non ya…”
“Jangan pak…ampun….” aku memohon ampun pada pak Hasan, namun ia
kelihatan tidak memperdulikannya.
Ia meraih kedua kakiku dengan tangannya kemudian merentangkan kedua
kakiku hingga pahaku menyentuh dadaku. Sebentar ia melihat ke arah
vaginaku, aku hanya bisa memberontak pelan, tubuhku lemas akibat
dinginnya air yang membasuh tubuhku.
Pak Hasan akhirnya membimbing penisnya menuju vaginaku. Meski aku
melakukan perlawanan ia tetap berusha menembus bibir vaginaku dengan
penis besarnya.
“Ooougghh…Rapet banget sih memeknya non, susah nih masuknya…” gerutu pak
Hasan.
“Ampuun pak…jangan perkosa saya…” aku hanya bisa memohon.
“Dipaksa aja pak” Ronny yang menonton memberi saran pada pak Hasan
Tiba-tiba pak Hasan menyentakkan pinggulnya berusaha menembus lobang
sempit itu, aku merasakan sensasi nikmat luar biasa sambil merasa
kesakitan yang sangat, aku pun berteriak kecil.
Dengan beberapa hentakan lagi pak Hasan berhasil membenamkan penisnya di
lubang vaginaku. Aku merasakan kenikmatan dicampur rasa jijiik harus
menghadapi lelaki bejat ini.
Perlahan pak Hasan memompa penisnya di lubang vaginaku, aku merasa
denyutan penisnya memijit dinding-dinding vaginaku yang menjepit erat
penisnya. Tanpa sadar akupun mulai terbuai menikmati permainan ini,
Mulutku mulai mengeluarkan desahan-desahan yang semenjak tadi kutahan.
Sementara Rony dengan santai melihat persetubuhanku dengan pak Hasan
sambil merokok dan duduk di kloset WC.
Pak Hasan mempercepat gerakannya, dengan gaharnya ia menggenjot tubuhku
yang lemah ini di bawah pancuran air shower. Aku hanya bisa meringis
kesakitan sambil mendesah dan menggumam.
“eemmhh…ssst….aaah…pak…ssstt…aaah… ” desahan-desahanku membangkitkan
birahi pak Hasan untuk menggenjot tubuhku lebih keras.
Posisiku menghadap ke pintu kamarku, sejenak kulihat keadaan Sherry.
Sherry sudah dipindahkan ke atas tempat tidurku kulihat posisi tubuhnya
menungging dengan pantatnya terangkat keatas dan wajahnya tepat berada
di selangkangan Asep, posisi tubuhnya membelakangi aku, pasti Sherry
sedang dipaksa mengoral penis Asep pikirku. Meskipun masih memakai
seragam dengan seluruh kancingnya terbuka, bagian bawah tubuhnya sudah
telanjang, Sherry hanya mengenakan kaos kaki panjang hampir selututnya
dan sepatu ketsnya. Kulihat bongkahan pantat Sherry yang putih dan seksi
itu sedang menerima penyiksaan dari Jamal dan Udin. Mereka menamparkan
penggaris plastik panjang milikku ke permukaan kulit pantat Sherry.
Terkadang kulihat pinggul Sherry bergetar menahan sakit ketika penggaris
itu menampar pantatnya yang menungging keatas. Kuihat juga bekas-bekas
tamparan penggaris itu berupa jalur-jalur merah dipermukaan kulit pantat
Sherry yang putih mulus itu.
Tiba-tiba saja aku tersentak, karena genjotan pak Hasan makin kencang,
dengan rakusnya ia menciumi wajahku sambil tangannya dengan liar meremas
payudaraku. Tubuhku tergoncang-goncang dengan liar, sementara sodokan
pak Hasan kian kuat, sekitar 5 menit sudah persetubuhan ini berlangsung,
Aku mulai merasakan getaran-getaran orgasme.
Benar saja, berselang beberapa detik, aku merasa seluruh tubuhku
bergetar, sensasi yang jarang kurasakan sebelumnya, otot-ototku serasa
mengembang meberi kenikmatan luar biasa, aku meraih orgasmeku. Sementara
pak Hasan masih saja menggenjot lubang vaginaku.
“Aaaaghhh…bapak keluar ni non…”
“Jangan di dalam pak…jangan…” Aku buru-buru meminta.
Pak Hasan segera mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya diatas
selangkanganku, sperma yang kental sekali.
Tubuhku serasa hancur, lemas sekali, sementara air pancuran itu masih
saja membuatku menggigil. Sepertinya aku tidak bisa bangkit dari tempat
itu, ketika pak Hasan keluar dari bath tub itu, sementara kulihat Ronny
menyeringai menuntut gilirannya. Tubuhku terasa lemas sekali saat Ronny
perlahan mengangkat tubuhku dari bath-tub. Ia menggendongku menuju koset
kemudian duduk disitu. Pak Hasan beranjak keluar untuk melihat keadaan
Sherry.
Aku duduk dipangku oleh Ronny di kloset itu, saling berhadapan lalu ia
mengalungkan tanganku yang terikat ke bahunya, kemudian meremas remas
payudara dan pantatku.
“waaah non Nia….tubuhnya mulus banget…” 2 tangan Ronny menjelajah
seluruh bagian tubuhku mulai dari pantat, pinggul, pinggang, paha dan
payudaraku yang kesemuanya dalam keadaan basah.
“Wangi juga lagi non…waaah ngga tahan saya nih….” Ronny menghirup wangi
tubuhku.
“Sudah cukup pak…ampun…saya udah ngga kuat lagi…” aku memohon pada Ronny
karena tubuhku terasa lemas semuanya, namun Ronny hanya menanggapi
dengan senyuman mengejek.
“Enak aja non, pak Hasan kan udah…sekarang giliran saya…”
Sesaat kurasa sebuah benda hangat bergesekan dengan vaginaku, aku
langsung mengetahui bahwa Ronny siap menyetubuhiku. Perlahan benda itu
terasa makin membesar saja, Ronny mengangkat tubuhku sedikit, kemudian
tangannya menuntun penisnya menembus lubang vaginaku yang memang sudah
basah. Ia tidak menemukan kesulitan menembus lubang vaginaku, idak
seperti pak Hasan tadi. Sensasi baru menjalari tubuku, ketika dinding
vaginaku menjepit erat benda hangat berdenyut-denyut itu.
Beberapa detik Ronny membiarkanku menarik nafas, kulihat wajahnya
tersenyum keenakan. Ia menciumi bibirku dengan rakus, kemudian memainkan
tangannya pada bongkahan pantatku dengan meremasnya lalu turun
menelusuri kulit mulus pahaku yang masih basah. Ronny sedikit mendorong
tubuhku ke belakang untuk menikmati kenyalnya payudaraku denagn bibirnya
lalu menghisapi puting kemerahan itu.
Ronny mulai menggoyang pinggulnya perlahan, penisnya terasa
bergerak-gerak di dalam vaginaku. Menghadapi “serangan-serangan” Ronny
ini aku mulai panas, rasanya berbeda dengan pak Hasan yang
memperlakukanku dengan kasar. Tanpa kusadai kulayani permainan lidahnya
di bibirku dengan lidahku. Aku juga mulai menikmati genjotan-genjotan
Ronny yang memompa penisnya di vaginaku.
Panas mulai merasuki tubuhku, keringat ku bercampur dengan air yang
masih membasahi tubuhku sejak tadi. Ronny mempercepat persetubuhan ini,
genjotannya terkadang perlahan terkadang cepat. Membuat aku semakin
kepayahan. Kurasa hampir 5 menit peretubuhan ini berlangsung namun tidak
kulihat adanya tanda-tanda orgasme dari Ronny, sementara aku akhirnya
memperoleh orgasme pertamaku. Kudengar samar-samar di luar kamar mandi
Sherry mengerang dan mendesah, kurasa ia juga sedang menghadapi hal yang
sama denganku.
Tiba-tiba saja kulihat Jamal masuk ke kamar mandi, ia cukup iri melihat
Ronny yang sendirian saja menikmati tubuh ABG muda ini.
“Oi Ron, curang lo sendirian aja, bagi-bagi donk…” Jamal meminta
bergabung dengan Ronny sambil melepas celananya.
“Ayo mal, hajar aja ni cewe, belakangnya masih kosong tuh” Ronny
memperbolehkan Jamal bergabung.
Aku hanya tertunduk lemas ketika Jamal mendorong sedikit punggungku, dan
dari belakang ia mencoba memasukkan penisnya ke lubang anusku. Aku
tidak dapat melihat dirinya, yang kurasa hanya nyeri di sekitar lubang
pantatku ketika Jamal dengan paksa memasukkan penisnya kesana. dengan
bantuan tangannya ia merah pinggulku untuk memudahkannya memasukkan
penisnya.
Kurasakan nyeri yang luar biasa ketika penis itu perlahan menembus
lubang pantatku, aku berteriak, namun Jamal tidak menghentikan aksinya,
sementara Ronny beristirahat dari genjotannya untuk mengumpulkan energi
lagi.
“******, Ron sempit banget ni lubang pantat, seret aahh…” Jamal menekan
kembali penisnya.
“Aaaakh…Sudah pak cukup, jangan disitu, AAAkkkhhh…” aku berteriak
berkali-kali menahan perih yang mendera kedua lubang itu. Beberapa saat
kemudian Jamal berhasil membenamkan penisnya di lubang pantatku. Setelah
menarik nafas sejenak, Jamal dan Ronny mulai menggenjot tubuhku.
Awalnya dengan irama pelan, mereka bergantian menggenjot vagina dan
lubang pantatku.
“Mmmhhggg…Aaaghhh…Ron lo mesti cobain ni lubang pantat, seret
banget…aaaghhh..” racau Jamal kepada Ronny.
“Aaghh…Memeknya juga nikmat mal, basah, masih sempit lagi..” balas
Ronny.
Sial pikirku, aku berada diantara tubuh 2 kuli kasar yang sedang
menyetubuh tubuh mudaku yang kurawat selama ini. Namun perlahan aku
merasakan sensasi baru disetubuhi 2 orang di saat yang bersamaan.
Meskipun perih kurasakan, namun kenikmatannya setimpal dengan
penderitaan yang kurasakan.
“mmhhh…aaahh…aaaahh…sshhtt…aaah…” desahku terucap mewarnai pemandangan
aneh ini.
Cukup lama juga mereka menyetubuhiku, lebih lama dari pak Hasan tadi.
Sampai akhirnya Jamal menahan gerakannya kemudian mencabut penisnya dari
lubang pantatku lalu memuncratkan spermanya di atas bongkahan pantatku,
saat itu juga aku berorgasme sambil meliukkan tubuhku. Tubuhku jatuh
lemas di pangkuan Ronny yang masih menggenjot vaginaku, Jamal sepertinya
sedang membersihkan sisa-sisa sperma pada penisnya di bath tub. hanya
berselang puluhan detik kemudian, kurasa tubuh Ronny menegang ia memekik
perlahan kemudian menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. aku baru
teringat ini bukan masa suburku, untung saja pikirku.
Aku dan Ronny duduk terdiam diatas closet sambil mengumpulkan tenaga,
kudengar desahan-desahan dan erangan-erangan dari arah kamar, Sherry
pasti juga sedang disetubui pria-pria maniak itu. Tak lama kemudian Udin
dan Asep yang belum menikmati tubuhku menghampiri aku dan Ronny di
kamar mandi.
“Udah selesai Ron? gantian ya kita pake…” Udin memberi tanda kepada
Ronny
Ronny hanya menganggukkan kepala dan membiarkan aku yang sudah lemah
diangkat oleh Asep dan Udin menuju kamarku. Di kamarku kulihat Sherry
tergeletak di lantai dengan posisi menungging, sementara pak Hasan
dengan liar menggenjot vagina Sherry dari belakang. Aku diletakkan
bersebelahan dengan Sherry dengan posisi terlentang. Udin meraih pahaku
kemudian mengangkangkan kakiku. Setelah puas menikmati payudaraku, Udin
menyetubuhiku dalam posisi missionary.
Aku melihat Sherry tampak kepayahan disebelahku, aku berpikir betapa
senangnya lima kuli kasar ini bisa meyetubuhi 2 remaja SMA yang kini
tergeletak bersampingan. Setelah Udin menyemburkan spermanya di atas
payudaraku, Asep gantian menyetubuhiku. Hal yang sama juga terjadi pada
Sherry, kita berdua dipakai bergiliran oleh lima pria maniak itu.
Pemerkosaan ini berakhir malam hari sekitar jam 9, ketika pintu pagar
dibuka oleh mbak Siti yang pulang lebih cepat dari dugaan, karena tidak
mendapatkan tiket kereta ke kampungnya. Namun 5 kuli itu sudah membuat
perjanjian dengan aku dan Sherry untuk merahasiakan perbuatan biadab
mereka dan VCD milikku mereka sita untuk berjaga-jaga. Kini aku tidak
tahu lagi kabar mereka, yang pasti aku dan Sherry sudah melupakan
kejadian mengerikan yang terjadi waktu itu karena kecerobohanku dan aku
tetap bersahabat dengannya.Namaku Nia, saat itu usiaku 18 tahun dan aku baru saja lulus dari SMU.
Aku memang belum pernah menceritakan detail diriku. Nama lengkapku
Lavenia, ya aku memang lahir dari darah campuran, papi-ku orang
Indonesia dan mami-ku dari swedia. Aku lahir di Swedia, ketika ayahku
bekerja sebagai duta Indonesia disana. Aku bisa dibilang memilki wajah
indo, paling jelas terlihat di hidungku yang mancung, bibir tipis
menghiasi mulutku dan tulang pipiku yang dibilang paling menarik oleh
teman-temanku serta rambut yang panjang lurus sepunggung. Selain rajin
merawat wajah, aku juga selalu merawat tubuhku, aku suka sekali fitness
di gym, atau sekedar jogging pagi-pagi setiap hari minggu. Hal itu
membuat tubuhku langsing dan terawat, selain tentunya aku juga diet.
Aku memutuskan untuk melanjutkan studi-ku ke Australia, Namun tahun
pelajaran di Australia belum dimulai, aku terpaksa menunggu sekitar 2
bulan sebelum aku berangkat kesana. Jadilah aku menganggur di rumah
sambil menunggu saat itu tiba.
Saat ini Di rumahku sedang ada renovasi, Papi ingin membuat dua buah
kamar lagi di lantai atas yang diperuntukkan sebagai kamar tamu,
letaknya bersebelahan dengan kamarku. Oh iya, aku adalah anak tunggal,
saat itu papi-ku sedang berdinas keluar negeri, yaitu ke swedia, dan
mami ikut kesana untuk mengunjungi saudara-saudaranya yang tinggal
disana, sebenarnya aku ditawari ikut, tapi aku menolak karena malas,
entah kenapa aku ingin sekali menikmati waktu-waktu ku di rumah sebelum
aku berangkat ke Australia. Di rumah aku tidak sendirian, ada seorang
pembantu wanita yang telah lama bekerja di rumahku, mbak Siti, dan 5
orang kuli bangunan yang bekerja merenovasi rumahku. Sebenarnya ada juga
supir dan tukang kebun yang juga bekerja di rumahku, namun mereka
berdua sedang pulang kampung.
5 orang kuli bangunan itu ramah terhadapku, aku pun mengenal mereka
dengan baik karena mereka sudah 3 hari bekerja di rumahku. Si pemimpin
namanya pak Hasan, pria 40 tahunan dengan badan besar dan agak gendut
dan kulit hitam serta kumis tebal di bawah hidungnya. Ada juga si Asep
pemuda 30 tahunan berbadan ceking, tiga lainnya Udin, Jamal, dan Ronny
yang berusia sekitar 20 tahunan. Mereka semuanya ramah dan rajin sekali
dalam bekerja, namun aku tidak menyadari pikiran-pikiran kotor dibalik
keramahan mereka.
Pagi itu Mbak Siti meminta izin padaku untuk mengunjungi keponakannya
yang sakit keras di Cirebon, dan katanya ia akan pulang selambatnya
keesokan harinya. Sebenarnya aku agak ragu memberikan izin itu padanya,
namun wajahnya yang memelas membuatku tak tega, akhirnya ia pun
berangkat pagi itu juga. tinggallah aku sendiri bersama 5 orang kui
bangunan itu di rumah, tidak apalah pikirku aku cukup berani di tinggal
sendirian aku kan sudah bukan anak kecil lagi.
Saat itu sekitar jam 9 pagi dan aku sedang bermain basket di halaman
belakang rumahku. setelah agak lelah aku beristirahat di teras belakang
rumahku. Kudengar pak Hasan memanggilku.
“Non, non Nia…”
“Iya ada apa pak?” jawabku
“Ini non, kami mau istirahat sebentar sambil nonton-nonton VCD di ruang
keluarga boleh?”
“Oh iya ngga apa-apa pak…hidupin aja”
“Baik, terima kasih non” pak Hasan pun menghilang dari pandanganku.
Aku pun segera naik ke kamarku untuk mandi kemudian tidur siang.
Sayup-sayup kudengar irama musik dangdut mengalun dari ruang keluarga.
Pasti dari CD yang diputar pak Hasan dan yang lain pikirku, dasar
orang-orang kampung.
Jam 12-an siang aku terbangun. Entah kenapa perasaanku agak gundah,
setelah mencuci muka aku beranjak ke CD playerku, aku ingin sekali
mendengarkan artis favoritku Norah Jones. Aku pun terlarut di kamarku
terbuai oleh lagu-lagu favoritku.
Entah kenapa aku teringat sesuatu, yaitu VCD hasil rekaman handy cam-ku
bersama sahabat-sahabatku ketika aku mengerjai adik kelasku Sherry di
sekolah tidak terdapat dalam tumpukan koleksi CD-ku. Akupun terkejut,
ini memang kebodohanku sendiri yang suka menaruh barang-barang penting
seasalnya saja. Hatiku mulai gundah, bagaimana kalau mami-ku atau
papi-ku menemukannya. Namun aku mulai berpikir mungkin mbak Siti yang
suka membereskan kamarku yang memindahkannya, aku akan segera
menelponnya, namun sebelum aku beranjak ke pesawat telepon aku mendengar
ketukan pada pintu kamarku.
“Siapa ?” tanyaku.
“Pak Hasan non Nia” jawab suara dari balik pintu, aku pun bergegas
membukanya.
Pak Hasan dan teman-temannya berdiri di depan pintu kamarku sambil
menyeringaikan senyum. Aku pun merasakan hal yang tidak beres terjadi,
hatiku berdegup kencang.
“Ada apa pak ?” tanyaku.
“He..he..enggak non, barusan kami liat film yang non buat…” wajah pak
Hasan menyeringai.
“Iya, yang ada tulisan ‘Sherry’nya di kotaknya itu loh non…” Ronny
menambahkan sambil tersenyum mengerikan.
“Iya, non disitu bagus banget loh mainnya…kita sampe…sampe ngaceng Non
he..he…” Pak Hasan menambahkan lagi.
Sekejap jantungku berdegup kencang, ternyata VCD itu mereka yang
temukan. Habislah aku.
“Bapak dapat itu dari kamar saya kan ? kenapa bapak masuk-masuk kamar
saya tanpa izin ?!!” aku mulai marah.
“Tenang Non, non ngga mau kan sampe papa dan mama non tau CD ini ?” Pak
Hasan mengernyitkan dahinya.
“Jangan macam-macam ya pak, saya bisa lapor polisi !!” aku mengancam.
“Kalo non lapor polisi, bukannya non yang malah rugi, gini deh Non, non
kasih aja maunya kita…” Pak Hasan berusaha menyudutkan aku.
“Ok, bapak mau uang berapa, sebut saja, nanti saya ambil dulu di ATM…”
“Bukan, bukan uang non…” Pak Hasan memotong pembicaraanku.
“Tapi….” wajahnya kembali menyeringai lalu berbisik padaku.
Akhirnya aku hanya bisa pasrah, mereka ingin sekali menikmati tubuh
remajaku yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Aku pun tidak bisa
menghindar lagi, aku rela mereka menikmati tubuhku ketimbang mereka
melaporkan ini pada mami dan papi, saat itu aku tidak bisa berpikir
panjang, kemauan mereka kuturuti.
Aku pun menelepon Sherry yang saat itu masih bersekolah di kelas 2
sebagai perjanjian dengan 5 kuli mesum yang juga ingin menikmati tubuh
mulus Sherry. Aku terpaksa berbohong padanya bahwa aku ingin mengajaknya
pergi shopping sorenya, makanya sepulang sekolah aku menyuruhnya
langsung ke rumahku.
Kini aku berbaring diatas tempat tidurku mengenakan kaos tanpa lengan
dengan celana pendek ketat. 5 kuli-kuli mesum itu pun mulai melaksanakan
aksi mereka. tak henti-hentinya mereka mengagumi tubuhku sambil
tangan-tangan mereka merambah bagian-bagian sensitif dari tubuhku.
“Non Nia emang punya body yang bagus he..he…berapa umurnya non ?” tanya
Asep.
“De…delapan belas…” jawabku.
Hatiku berdebar ketika tangan-tangan itu membelai paha dan betisku
dengan lembut. Perasaan takut dan jijik bergejolak di hatiku menghadapi
perkosaan 5 kuli kasar ini yang sedang mengerubungi tubuhku.
“Memang beda ya sep, ABG gedongan sama perek kampung…” Jamal berkata.
“ya iyalah, Bego lo mal, ini kan non Nia pasti beda lah rasanya, jauh
lebih terawat, ya kan non ?” Asep tersenyum padaku.
Perlahan pak Hasan melucuti kaos tanpa lenganku, sementara Asep dan
Jamal masih sama membelai-belai sambil menciumi paha putihku, mereka
terbuai oleh kemulusannya. Setelah melucuti kaos ku pak Hasan sentak
membuka BH putihku, membiarkan udara dingin AC meyentuh kulit payudaraku
yang berukuran 34B.
“he…he…Toketnya oke juga non, bapak udah pernah ngerasain yang lebih
gede dari ini, tapi ngga yang semulus dan seindah punya non he…he…” Pak
Hasan kulihat terpesona dengan keindahan payudaraku. payudaraku memang
tidak besar tapi karena aku sering berolah raga bentuknya kencang dan
padat, dengan kulit putih yang selalu kurawat dan puting kemerahan.
5 kuli mengerubutiku diatas tempat tidurku yang kecil, membuatnya jadi
sesak, sehingga aku sulit bernafas, aku meronta-ronta tapi Udin meraih
kedua tanganku ke atas lalu mengikatnya dengan ikat pinggang yang ia
pakai ke ujung ranjang sehingga aku pun semakin memberontak.
“Cukup pak, cukup…atau saya teriak…”
“tenang non, tenang…ingat VCD itu non, kalo papa mama non tau,
bagaimana…” Pak Hasan berusaha menenangkan aku.
Ah, alangkah cerobohnya aku, jika saja aku menyimpan VCD itu di tempat
yang aman ini semua tidak akan terjadi.
“Tenang ya non Nia, nikmati saja…” pak Hasan dengan kasar meremas
payudaraku sementara Jamal dan Asep yang sudah bernafsu mulai
menanggalkan celana pendekku.
Aku masih saja memberontak ketika tangan pak Hasan dengan kasar meremas
payudara kananku sementara Udin memilin puting payudara kiriku, kemudian
mereka pun bersamaan menjilati putingnya. Tidak sampai disitu mereka
meyapu seluruh permukaan payudaraku dengan jilatan-jilatan erotis dan
menghisap putingnya seolah ingin menyusu dari puting payudaraku. Di
tengah pemberontakanku, tubuhku bergetar menghadapi
rangsangan-rangsangan itu.
Sementara Jamal dan Asep sudah menanggalkan celana dalamku, aku dapat
merasakannya dari udara dingin AC yang menyentuh kemaluanku. Aku juga
selalu merawat kemaluanku, setiap aku mandi selalu kubersihkan dengan
sabun khusus agar tetap bersih dan harum. Ini kulakukan agar pacar-ku
saat itu, David, tidak mau berpaling dariku.
Tiba-tiba saja aktivitas mereka terhenti oleh bunyi bel dari pagar
rumahku. Pak Hasan mendekap mulutku agar aku tidak berteriak. Ini pasti
Sherry pikirku, kuharap ia tidak sendirian, mebawa seorang teman atau
lebih baik lagi kalau ia membawa pacarnya Ivan. Pak Hasan memberi tanda
kepada Jamal dan Asep yang bergegas menuju pintu pagar. Pintu pagar ke
kamarku memang jauh, rumahku bisa dibilang luas halaman depan diisi
garasi 4 mobil dan sebuah taman besar sementara halaman belakang diisi
lapangan basket kecil dan kolam renang. Jarak rumahku dan rumah tetangga
juga bisa dibilang cukup jauh, karena besarnya halaman rumah yang
kumiliki, sekencang apapun ku berteriak, kecil kemungkinannya didengar
oleh tetangga-tetanggaku.
Tiba-tiba saja suasana kamarku sepi, kulihat wajah Udin, Ronny dan pak
Hasan yang resah menunggu Asep dan Jamal. Aku memanfaatkan momen ini
untuk mengambil nafas sejenak. Tak berapa lama pintu kamarku terbuka,
kulihat Sherry masuk masih berseragam SMA ditemani Jamal dan Asep. Ia
nampak Shock melihat aku yang telanjang bulat sedang dikerubuti 3 orang
berwajah kasar diatas tempat tidur.
“Tenang non Sherry…tenang…” pak Hasan menghampirinya lau membisikkan
sesuatu ke Sherry, sepertinya ia memberitahukan perjanjian yang kubuat
dengan mereka.
“Tapi ni…gue…” wajah Sherry memelas menatapku.
“Maafin gue Sher, ini salah gue…maaf…” air mata menetes dari mataku
seketika hatiku terasa ditikam pisau ketika aku tahu aku mengkhianati
sahabatku sendiri.
“Nggaa !!! Tolooongg !!” Sherry berteriak kencang sambil berusaha
melarikan diri, namun dengan sigap Asep dan Jamal meraih tangannya.
Sherry meronta-ronta sambil menangis, Jamal mendekapnya berusaha
menenangkannya.
“Sher, udah…ngga usah ngelawan !!! biar ini cepat selesai…” aku berusaha
menenangkan Sherry diantara isak tangisku.
“Lo sahabat gue kan ? Sher, gue mohon, maafin gue, tolongin gue Sher…”
Sherry menatapku dengan tatapan mengiba namun juga diselingi kemarahan
kulihat air mata mengucur deras di pipinya.
Sherry meronta lagi tapi tidak sekuat sebelumnya, Jamal menghempaskan
tubuh Sherry ke Sofa tak jauh dari tempat tidurku. Jamal, Asep dan pak
Hasan berusaha menenangkannya.
“Nah sekarang lanjut lagi…” kata pak Hasan, ia berpindah dari sofa
menuju tempat tidurku, ia bertukar tempat dengan Udin yang menuju ke
sofa.
“Non Nia, tadi sampai dimana…”pak Hasan tersenyum mengerikan menghadap
wajahku.
Kata-kata kotor keluar dari mulutku sambil kudengar Sherry meronta-ronta
dan berteriak-teriak minta tolong. Pak Hasan mengambil posisi di
hadapan vaginaku, sementara Ronny kembali menyergap rakus puting
payudaraku. Pak Hasan meraih kedua pahaku dibukanya lebar-lebar,
sehingga membuat posisiku mengangkang.
“Non, bapak cobain ya…” pak Hasan mulai memainkan jarinya di permukaan
vaginaku, ia membuka bibir vaginaku sambil tangan satunya menjelajahi
pahaku hingga pangkalnya. Ia mengorek-ngorek vaginaku dengan jarinya
sambil memainkannya.
Aku mendesah dan meronta, sementara Ronny dengan liar menyapu permukaan
payudaraku dengan lidahnya, kemudian menyusuri perut sekitar pusarku,
naik lagi ke payudara, kemudian beralih keketiakku, leher sampai
akhirnya berakhir di bibirku. Ronny memaksaku membuka mulut, tanpa
kusadar kulayani permainan lidahnya di bibirku.
Keringat mulai membasahi tubuh telanjangku, meski ruangan kamar ini
ber-AC. Eksplorasi lidah dan jemari Ronny pada tubuh bagian atasku,
serta permainan jari pak Hasan pada vaginaku dan sentuhan-sentuhannya
pada paha, pinggul, serta pantatku membuat birahiku berdesir. Rontaanku
pun melemah ketika lidah pak Hasan mulai membasuh bibir vaginaku yang
yang bersih dan ditumbuhi bulu halus yang jarang.
Aku melirik ke Sherry, kulihat tubuhnya melemah ketika tiga orang kuli
itu menikmati bagian-bagin tubuhnya. Rok SMU-nya tersingkap sementara
Jamal ada disana menikmati kemulusan dan putihnya paha Sherry yang
berkulit lebih putih dari aku, ia juga keturunan indo, hanya saja papa
Sherry orang Amerika, tubuhnya langsing mulus tanpa cela, wajahnya
imut-imut meskipun ia duduk di kelas 2 SMU orang masih mengira ia anak
SMP. Rambut Sherry panjang sebahu dengan warna agak kemerahan.
Kulihat payudara Sherry tidak lepas dari permainan 3 kuli itu. BH-nya
sudah terletak di lantai, tersisa seragam SMU yang telah terbuka
kancingnya serta tangan-tangan Udin dan Asep yang meremas kedua
bongkahan payudara Sherry yang montok dengan puting merah muda itu.
Payudara Sherry memang lebih besar dari milikku dengan bentuknya yang
kencang dan menggoda, dan kurasa itulah hal yang sangat menarik
cowok-cowok di sekolahku untuk membicarakannya.
Pak Hasan kulihat mulai menelanjangi dirinya, begitu juga dengan Ronny.
Aku melihat penis Ronny yang menegang itu mendekati wajahku.
“Ayo non, isep non…” Ronny memerintahkanku mengoral penisnya.
Perintah Ronny tidak kukabulkan, ia masih saja memaksa penisnya dengan
menempelkannya ke wajah dan bibirku, aku meronta menoleh kekiri dan
kanan untuk menolaknya. Tiba-tiba saja kurasa tamparan mendarat di
pipiku, kulihat wajah Ronny yang berang mengerikan.
“Ayooo !!! isepp nooon !!!” wajah Ronny kulihat sangat mengerikan dan
satu tamparan mendarat lagi di pipiku, aku tak punya pilihan, jantungku
berdegup kencang, kubuka mulutku.
Ronny memaksa penisnya memasuki mulutku, sampai membuatku tersedak dan
ingin muntah menghirup aroma penisnya. Perutku mual, namun tidak lama
kemudian Ronny mulai memompa penisnya di bibirku. Aku tidak dapat
melihat pak Hasan dengan jelas, karena tertutup Ronny namun kurasakan
pada vaginaku ia sedang menggesek-gesekkan penisnya disana. Aku tidak
dapat melihat sebesar apa miliknya, namun perkiraanku miliknya jauh
lebih besar dari milik pacarku saat itu David.
Lagi-lagi kulirik Sherry, kulihat ia dalam posisi duduk di sofa, kedua
tanganya direntangkan sambil dipegangi Udin dan Asep, sementara Jamal
memposisikan wajahnya dihadapan kemaluan Sherry yang sudah tanpa celana
dalam sambil tangannya memaksa Sherry mengangkang. Kulihat vagina Sherry
yang bersih tanpa bulu-bulu itu sedang dibasuh oleh jilatan-jilatan
dari lidah Jamal, kulihat bibir vaginanya memerah dan mengkilat karena
air liur Jamal. Kulihat pinggul Sherry bergerak kesana kemari, wajahnya
terlihat ketakutan sambil menggumam tak jelas.
Ronny menghentikan pompaannya, ia mencabut penisnya dari mulutku, aku
sedikit bisa bernafas sambil terbatuk-batuk. Ronny lalu membuka simpul
ikat pinggang yang diikatkan ke tempat tidurku, namun kedua tanganku
masih terikat, aku tidak tahu apa rencana mereka selanjutnya. Tiba-tiba
pak Hasan mendekap tubuhku dan mengangkatnya, ia memindahkanku ke kamar
mandi yang juga terletak di kamarku ini. Ia meletakkan tubuhku diatas
Bath tub-ku yang memang luas ukurannya dengan posisi terlentang. Ronny
kembali mengikat tanganku kehandle yang terletak disana.
Tiba-tiba pak Hasan menyalakan Shower yang terletak diatas bath tub-ku.
Siraman air dari shower itu membasuh tubuhku dan membuatku kedinginan.
Tak berapa lama seluruh bagian tubuhku basah kuyup, kulihat pak Hasan
berdiri tegak diatasku dengan penisnya yang mengacung keras, akhirnya
aku dapat melihat bentuknya dengan jelas, memang ukurannya besar sekali,
jauh lebih besar dari milik pacarku ataupun milik Andre, penjaga
sekolahku yang juga punya penis besar.
“Non, sekarang bapak mau rasain memek non ya…”
“Jangan pak…ampun….” aku memohon ampun pada pak Hasan, namun ia
kelihatan tidak memperdulikannya.
Ia meraih kedua kakiku dengan tangannya kemudian merentangkan kedua
kakiku hingga pahaku menyentuh dadaku. Sebentar ia melihat ke arah
vaginaku, aku hanya bisa memberontak pelan, tubuhku lemas akibat
dinginnya air yang membasuh tubuhku.
Pak Hasan akhirnya membimbing penisnya menuju vaginaku. Meski aku
melakukan perlawanan ia tetap berusha menembus bibir vaginaku dengan
penis besarnya.
“Ooougghh…Rapet banget sih memeknya non, susah nih masuknya…” gerutu pak
Hasan.
“Ampuun pak…jangan perkosa saya…” aku hanya bisa memohon.
“Dipaksa aja pak” Ronny yang menonton memberi saran pada pak Hasan
Tiba-tiba pak Hasan menyentakkan pinggulnya berusaha menembus lobang
sempit itu, aku merasakan sensasi nikmat luar biasa sambil merasa
kesakitan yang sangat, aku pun berteriak kecil.
Dengan beberapa hentakan lagi pak Hasan berhasil membenamkan penisnya di
lubang vaginaku. Aku merasakan kenikmatan dicampur rasa jijiik harus
menghadapi lelaki bejat ini.
Perlahan pak Hasan memompa penisnya di lubang vaginaku, aku merasa
denyutan penisnya memijit dinding-dinding vaginaku yang menjepit erat
penisnya. Tanpa sadar akupun mulai terbuai menikmati permainan ini,
Mulutku mulai mengeluarkan desahan-desahan yang semenjak tadi kutahan.
Sementara Rony dengan santai melihat persetubuhanku dengan pak Hasan
sambil merokok dan duduk di kloset WC.
Pak Hasan mempercepat gerakannya, dengan gaharnya ia menggenjot tubuhku
yang lemah ini di bawah pancuran air shower. Aku hanya bisa meringis
kesakitan sambil mendesah dan menggumam.
“eemmhh…ssst….aaah…pak…ssstt…aaah… ” desahan-desahanku membangkitkan
birahi pak Hasan untuk menggenjot tubuhku lebih keras.
Posisiku menghadap ke pintu kamarku, sejenak kulihat keadaan Sherry.
Sherry sudah dipindahkan ke atas tempat tidurku kulihat posisi tubuhnya
menungging dengan pantatnya terangkat keatas dan wajahnya tepat berada
di selangkangan Asep, posisi tubuhnya membelakangi aku, pasti Sherry
sedang dipaksa mengoral penis Asep pikirku. Meskipun masih memakai
seragam dengan seluruh kancingnya terbuka, bagian bawah tubuhnya sudah
telanjang, Sherry hanya mengenakan kaos kaki panjang hampir selututnya
dan sepatu ketsnya. Kulihat bongkahan pantat Sherry yang putih dan seksi
itu sedang menerima penyiksaan dari Jamal dan Udin. Mereka menamparkan
penggaris plastik panjang milikku ke permukaan kulit pantat Sherry.
Terkadang kulihat pinggul Sherry bergetar menahan sakit ketika penggaris
itu menampar pantatnya yang menungging keatas. Kuihat juga bekas-bekas
tamparan penggaris itu berupa jalur-jalur merah dipermukaan kulit pantat
Sherry yang putih mulus itu.
Tiba-tiba saja aku tersentak, karena genjotan pak Hasan makin kencang,
dengan rakusnya ia menciumi wajahku sambil tangannya dengan liar meremas
payudaraku. Tubuhku tergoncang-goncang dengan liar, sementara sodokan
pak Hasan kian kuat, sekitar 5 menit sudah persetubuhan ini berlangsung,
Aku mulai merasakan getaran-getaran orgasme.
Benar saja, berselang beberapa detik, aku merasa seluruh tubuhku
bergetar, sensasi yang jarang kurasakan sebelumnya, otot-ototku serasa
mengembang meberi kenikmatan luar biasa, aku meraih orgasmeku. Sementara
pak Hasan masih saja menggenjot lubang vaginaku.
“Aaaaghhh…bapak keluar ni non…”
“Jangan di dalam pak…jangan…” Aku buru-buru meminta.
Pak Hasan segera mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya diatas
selangkanganku, sperma yang kental sekali.
Tubuhku serasa hancur, lemas sekali, sementara air pancuran itu masih
saja membuatku menggigil. Sepertinya aku tidak bisa bangkit dari tempat
itu, ketika pak Hasan keluar dari bath tub itu, sementara kulihat Ronny
menyeringai menuntut gilirannya. Tubuhku terasa lemas sekali saat Ronny
perlahan mengangkat tubuhku dari bath-tub. Ia menggendongku menuju koset
kemudian duduk disitu. Pak Hasan beranjak keluar untuk melihat keadaan
Sherry.
Aku duduk dipangku oleh Ronny di kloset itu, saling berhadapan lalu ia
mengalungkan tanganku yang terikat ke bahunya, kemudian meremas remas
payudara dan pantatku.
“waaah non Nia….tubuhnya mulus banget…” 2 tangan Ronny menjelajah
seluruh bagian tubuhku mulai dari pantat, pinggul, pinggang, paha dan
payudaraku yang kesemuanya dalam keadaan basah.
“Wangi juga lagi non…waaah ngga tahan saya nih….” Ronny menghirup wangi
tubuhku.
“Sudah cukup pak…ampun…saya udah ngga kuat lagi…” aku memohon pada Ronny
karena tubuhku terasa lemas semuanya, namun Ronny hanya menanggapi
dengan senyuman mengejek.
“Enak aja non, pak Hasan kan udah…sekarang giliran saya…”
Sesaat kurasa sebuah benda hangat bergesekan dengan vaginaku, aku
langsung mengetahui bahwa Ronny siap menyetubuhiku. Perlahan benda itu
terasa makin membesar saja, Ronny mengangkat tubuhku sedikit, kemudian
tangannya menuntun penisnya menembus lubang vaginaku yang memang sudah
basah. Ia tidak menemukan kesulitan menembus lubang vaginaku, idak
seperti pak Hasan tadi. Sensasi baru menjalari tubuku, ketika dinding
vaginaku menjepit erat benda hangat berdenyut-denyut itu.
Beberapa detik Ronny membiarkanku menarik nafas, kulihat wajahnya
tersenyum keenakan. Ia menciumi bibirku dengan rakus, kemudian memainkan
tangannya pada bongkahan pantatku dengan meremasnya lalu turun
menelusuri kulit mulus pahaku yang masih basah. Ronny sedikit mendorong
tubuhku ke belakang untuk menikmati kenyalnya payudaraku denagn bibirnya
lalu menghisapi puting kemerahan itu.
Ronny mulai menggoyang pinggulnya perlahan, penisnya terasa
bergerak-gerak di dalam vaginaku. Menghadapi “serangan-serangan” Ronny
ini aku mulai panas, rasanya berbeda dengan pak Hasan yang
memperlakukanku dengan kasar. Tanpa kusadai kulayani permainan lidahnya
di bibirku dengan lidahku. Aku juga mulai menikmati genjotan-genjotan
Ronny yang memompa penisnya di vaginaku.
Panas mulai merasuki tubuhku, keringat ku bercampur dengan air yang
masih membasahi tubuhku sejak tadi. Ronny mempercepat persetubuhan ini,
genjotannya terkadang perlahan terkadang cepat. Membuat aku semakin
kepayahan. Kurasa hampir 5 menit peretubuhan ini berlangsung namun tidak
kulihat adanya tanda-tanda orgasme dari Ronny, sementara aku akhirnya
memperoleh orgasme pertamaku. Kudengar samar-samar di luar kamar mandi
Sherry mengerang dan mendesah, kurasa ia juga sedang menghadapi hal yang
sama denganku.
Tiba-tiba saja kulihat Jamal masuk ke kamar mandi, ia cukup iri melihat
Ronny yang sendirian saja menikmati tubuh ABG muda ini.
“Oi Ron, curang lo sendirian aja, bagi-bagi donk…” Jamal meminta
bergabung dengan Ronny sambil melepas celananya.
“Ayo mal, hajar aja ni cewe, belakangnya masih kosong tuh” Ronny
memperbolehkan Jamal bergabung.
Aku hanya tertunduk lemas ketika Jamal mendorong sedikit punggungku, dan
dari belakang ia mencoba memasukkan penisnya ke lubang anusku. Aku
tidak dapat melihat dirinya, yang kurasa hanya nyeri di sekitar lubang
pantatku ketika Jamal dengan paksa memasukkan penisnya kesana. dengan
bantuan tangannya ia merah pinggulku untuk memudahkannya memasukkan
penisnya.
Kurasakan nyeri yang luar biasa ketika penis itu perlahan menembus
lubang pantatku, aku berteriak, namun Jamal tidak menghentikan aksinya,
sementara Ronny beristirahat dari genjotannya untuk mengumpulkan energi
lagi.
“******, Ron sempit banget ni lubang pantat, seret aahh…” Jamal menekan
kembali penisnya.
“Aaaakh…Sudah pak cukup, jangan disitu, AAAkkkhhh…” aku berteriak
berkali-kali menahan perih yang mendera kedua lubang itu. Beberapa saat
kemudian Jamal berhasil membenamkan penisnya di lubang pantatku. Setelah
menarik nafas sejenak, Jamal dan Ronny mulai menggenjot tubuhku.
Awalnya dengan irama pelan, mereka bergantian menggenjot vagina dan
lubang pantatku.
“Mmmhhggg…Aaaghhh…Ron lo mesti cobain ni lubang pantat, seret
banget…aaaghhh..” racau Jamal kepada Ronny.
“Aaghh…Memeknya juga nikmat mal, basah, masih sempit lagi..” balas
Ronny.
Sial pikirku, aku berada diantara tubuh 2 kuli kasar yang sedang
menyetubuh tubuh mudaku yang kurawat selama ini. Namun perlahan aku
merasakan sensasi baru disetubuhi 2 orang di saat yang bersamaan.
Meskipun perih kurasakan, namun kenikmatannya setimpal dengan
penderitaan yang kurasakan.
“mmhhh…aaahh…aaaahh…sshhtt…aaah…” desahku terucap mewarnai pemandangan
aneh ini.
Cukup lama juga mereka menyetubuhiku, lebih lama dari pak Hasan tadi.
Sampai akhirnya Jamal menahan gerakannya kemudian mencabut penisnya dari
lubang pantatku lalu memuncratkan spermanya di atas bongkahan pantatku,
saat itu juga aku berorgasme sambil meliukkan tubuhku. Tubuhku jatuh
lemas di pangkuan Ronny yang masih menggenjot vaginaku, Jamal sepertinya
sedang membersihkan sisa-sisa sperma pada penisnya di bath tub. hanya
berselang puluhan detik kemudian, kurasa tubuh Ronny menegang ia memekik
perlahan kemudian menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. aku baru
teringat ini bukan masa suburku, untung saja pikirku.
Aku dan Ronny duduk terdiam diatas closet sambil mengumpulkan tenaga,
kudengar desahan-desahan dan erangan-erangan dari arah kamar, Sherry
pasti juga sedang disetubui pria-pria maniak itu. Tak lama kemudian Udin
dan Asep yang belum menikmati tubuhku menghampiri aku dan Ronny di
kamar mandi.
“Udah selesai Ron? gantian ya kita pake…” Udin memberi tanda kepada
Ronny
Ronny hanya menganggukkan kepala dan membiarkan aku yang sudah lemah
diangkat oleh Asep dan Udin menuju kamarku. Di kamarku kulihat Sherry
tergeletak di lantai dengan posisi menungging, sementara pak Hasan
dengan liar menggenjot vagina Sherry dari belakang. Aku diletakkan
bersebelahan dengan Sherry dengan posisi terlentang. Udin meraih pahaku
kemudian mengangkangkan kakiku. Setelah puas menikmati payudaraku, Udin
menyetubuhiku dalam posisi missionary.
Aku melihat Sherry tampak kepayahan disebelahku, aku berpikir betapa
senangnya lima kuli kasar ini bisa meyetubuhi 2 remaja SMA yang kini
tergeletak bersampingan. Setelah Udin menyemburkan spermanya di atas
payudaraku, Asep gantian menyetubuhiku. Hal yang sama juga terjadi pada
Sherry, kita berdua dipakai bergiliran oleh lima pria maniak itu.
Pemerkosaan ini berakhir malam hari sekitar jam 9, ketika pintu pagar
dibuka oleh mbak Siti yang pulang lebih cepat dari dugaan, karena tidak
mendapatkan tiket kereta ke kampungnya. Namun 5 kuli itu sudah membuat
perjanjian dengan aku dan Sherry untuk merahasiakan perbuatan biadab
mereka dan VCD milikku mereka sita untuk berjaga-jaga. Kini aku tidak
tahu lagi kabar mereka, yang pasti aku dan Sherry sudah melupakan
kejadian mengerikan yang terjadi waktu itu karena kecerobohanku dan aku
tetap bersahabat dengannya.